Jumat, 01 Februari 2013

PKS di Bawah Nakhoda Baru (Jurnal Nasional, 2 Pebruari 2013)

Akhirnya Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi menunjuk Anis Matta sebagai presiden baru menggantikan Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI). Sebagaimana diketahui, LHI telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus penerimaan suap kebijakan impor daging sapi. LHI bahkan telah ditahan KPK di Rutan Guntur untuk menjalani proses penyidikan. LHI pun kemudian mengajukan pengunduran diri dari jabatan presiden partai. Untuk mengisi kekosongan jabatan itulah Majelis Syuro di bawah kepemimpinan Hilmi Aminuddin mengadakan pertemuan untuk menentukan pengganti LHI yang kemudian memilih Anis yang sebelumnya menjabat sekretaris jenderal PKS. Sebelum Anis Matta yang ditetapkan, beberapa nama kader PKS lainnya sempat disebut-sebut sebagai pengganti LHI seperti Al-Muzammil Yusuf, Mahfudz Shiddiq dan mantan presiden PKS Hidayat Nur Wahid. Adapun jabatan sekretaris jenderal yang ditinggalkan Anis Matta diisi oleh Muhammad Taufik Ridho. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Ketua Bidang Generasi Muda dan Profesi DPP PKS periode 2010-2015. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua DPW Jawa Barat periode 2005-2010. Dengan demikian, kepengurusan DPP PKS telah kembali terisi penuh di bawah nakhoda baru Anis Matta. Mengembalikan Citra Kini Anis Matta telah ditetapkan sebagai presiden baru partai kader tersebut. Tentu saja ada tugas yang sangat berat menanti sang nakhoda baru, yakni bagaimana Anis mampu mengangkat kembali citra PKS yang sekarang hancur lebur akibat penetapan LHI sebagai tersangka kasus penerimaan suap tersebut. Bagi partai yang selalu menampilkan dirinya sebagai partai bersih dan berkomitmen terhadap upaya pemberantasan korupsi, terungkapnya kasus LHI jelas merupakan pukulan yang sangat telak. Jika dibandingkan dengan partai-partai politik lainnya yang juga kerap mengalami kasus serupa, kasus yang membelit PKS tentu jauh lebih dahsyat dampaknya di mata publik. Setidaknya ada tiga argumentasi yang bisa menjelaskan hal tersebut. Pertama, PKS selama ini dikenal sebagai partai yang selalu mengedepankan aspek moralitas di dalam politiknya. Karena itu, begitu PKS ini ditimpa kasus yang benar-benar mencoreng moralitas, jelas pandangan publik akan sangat miring. Kedua, jika partai-partai politik lain yang terbelit kasus korupsi paling jauh melibatkan kader-kader yang duduk di level ketua bidang, sekretaris atau bendahara dan ke bawahnya, kasus korupsi PKS sangat berbeda. Justeru yang diduga terlibat kasus korupsi adalah pucuk pimpinannya sendiri padahal pimpinan partai adalah simbolisasi dari moralitas partai. Tentu saja gaungnya jauh lebih kencang jika, misalnya, yang terlibat itu hanyalah salah seorang ketua DPP atau pengurus di bawahnya. Ketiga, diakui atau tidak PKS merupakan repesentasi dari partai Islam di Indonesia, apalagi partai ini jelas-jelas mencantum Islam sebagai dasar partainya. Dan Islam sebagai agama sangat tegas melarang para pemeluknya untuk menjauhi tindakan-tindakan koruptif seperti suap atau sogok. Seperti ditegaskan dalam salah satu hadis Nabi bahwa baik yang menyogok maupun disogok sama-sama akan dimasukkan ke dalam neraka. Tentu saja jika pentolan-pentolan PKS yang notabene pentolan Islam melakukan tindakan korupsi, maka label negatif yang diberikan masyarakat akan jauh lebih kuat dan kencang. Berdasarkan tiga argumentasi di atas jelas sangat berat bagi Presiden PKS yang baru untuk mengembalikan citra partai seperti sedia kala, bahkan hamper-hampir bisa dikatakan mustahil. Meminjam istilah sebuah judul film Holywood, presiden baru tersebut mengemban misi yang mustahil (mission imposible). Namun tentu saja pergerakan di dalam dunia politik selalu dinamis, sehingga apapun bisa terjadi. Karena itu, segala kemungkinan masih dapat dilakukan termasuk mengembalikan citra asalkan presiden baru dan segenap pengurus mau bekerja dengan sangat keras. Upaya Bersih-Bersih Tugas berat lainnya yang harus dihadapi presiden baru PKS adalah membangun soliditas partai pasca terungkapnya kasus suap penerimaan suap yang melibatkan LHI. Meskipun LHI belum dinyatakan sebagai benar-benar terbukti bersalah karena harus menjalani proses hukum yang lama, tetapi dampaknya bagi partai sudah sangat terasa. Berbagai pemberitaan miring seputar LHI dan PKS terus saja diekspos oleh media-media dan menjadi headline, sehingga benak publik Indonesia kian dipenuhi oleh berita-berita bernada miring tersebut. Salah satu dampak yang mungkin timbul akibat pemberitaan-pemberitaan tersebut adalah menguatnya persepsi negatif bukan hanya di kalangan eksternal, melainkan juga di kalangan internal partai, yakni para kader dan simpatisan PKS. Besar kemungkinan akan banyak kader dan simpatisan yang merasa sangat kecewa dengan yang menimpa partai ini sekarang, apalagi jika kemudian kasus yang dituduhkan tersebut benar-benar terbukti secara hukum. Memang benar karakteristik kader PKS bersifat militan dan ideologis sehingga cenderung ingin membela partai apapun yang terjadi. Namun hal itu tidak dapat menjamin bahwa tidak ada potensi kekecewaan di kalangan mereka Jika mereka semakin sering menemukan disparitas antara idealitas partai yang ingin menjalankan misi dakwah dengan realitas yang terjadi di mana perilaku elitenya tidak jauh berbeda dengan partai lain, maka para kader di bawah bisa sangat kecewa dan kemudian meninggalkan partai. Salah satu hal yang harus dilakukan nakhoda baru PKS untuk menguatkan soliditas tersebut adalah melakukan upaya bersih-bersih secara internal. Pemimpin baru harus berani menindak tegas kader-kader lain yang juga diduga ikut terlibat di dalam kasus suap LHI juga kasus-kasus korupsi yang lain. Tentu langkah pengunduran diri LHI sudah merupakan pilihan yang tepat, tetapi langkah ini harus pula dibarengi oleh penindakan tegas terhadap kader-kader lain sebelum nanti kedahuluan oleh KPK. Dengan kata lain, PKS di bawah nakhoda baru harus lebih memprioritaskan evaluasi internal daripada sibuk melontarkan berbagai tuduhan ke pihak-pihak lain. Sebab salah-salah PKS akan balik mendapatkan serangan sebagai menyebarkan fitnah karena melontarkan tuduhan hanya berdasarkan asumsi. Jika ini yang terjadi jelas akan semakin mempersulit PKS untuk mengembalikan citranya di mata publik.

Tidak ada komentar: