Jumat, 01 Februari 2013

Langkah Bijak PKS (Republika, 2 Pebruari 2013)

Tidak dapat dimungkiri bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini mengalami situasi yang tidak mengenakan karena tengah menjadi sorotan miring publik Indonesia. Hal ini terkait dengan ditetapkannya Presiden PKS, Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI), sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga terlibat dalam kasus penerimaan suap kebijakan impor daging sapi. LHI bahkan langsung ditahan KPK dengan proses yang sangat cepat. Realitas tersebut tentu saja menimbulkan reaksi yang cukup keras dari para elite dan kader PKS di seluruh Indonesia. Persoalannya adalah bagaimanakah seharusnya PKS menghadapi kasus seperti ini dan bagaimana sikap yang seharusnya diberikan oleh mereka? Inilah yang barangkali akan menjadi pembahasan utama dari tulisan yang sederhana ini. Tidak Reaksional Satu hal yang perlu disadari terutama oleh para petinggi partai dakwah tersebut adalah bahwa penetapan LHI sebagai tersangka merupakan kenyataan yang sudah terjadi. Oleh karena itu, yang jauh lebih penting dilakukan oleh mereka adalah mengawal proses hukum terhadap pemimpinnya itu supaya benar-benar berjalan sesuai dengan koredor hokum yang seharusnya. Bersikap reaktif dengan melemparkan tuduhan akan adanya pihak lain yang melakukan skenario politik untuk menjatuhkan PKS jelang Pemilu 2014 sebenarnya bukan sikap yang tepat. Seperti diketahui bahwa hampir semua elite partai kader tersebut menengarai bahwa ditangkapnya LHI ada sangkut pautnya dengan memanasnya suhu politik pada 2013 sebagai bentuk politik saling sandera. Mantan Presiden PKS, seperti Hidayat Nur Wahid dan Tifatul Sembiring, misalnya, sama-sama melemparkan kecurigaan tersebut. Namun demikian, hemat penulis, sekalipun mungkin ada nuansa politis di balik kasus tersebut, tetapi mengambil sikap reaksional tidaklah menguntungkan karena sejumlah alasan. Pertama, sikap reaksional para elite PKS bukan tidak mungkin akan dibaca publik sebagai bentuk kengototan mereka untuk membela siapapun kadernya secara membabi buta. Boleh jadi publik malah curiga kenapa mereka lebih keras menyalahkan pihak lain ketimbang melakukan evaluasi ke dalam. Kedua, bukan tidak mungkin sikap reaksional para elite PKS akan dipandang publik sebagai bentuk ketidakmatangan politik mereka dalam menghadapi berbagai persoalan yang menderanya. Jika ini yang terjadi, maka sebenarnya berbahaya bagi para elite PKS itu sendiri. Bagaimanapun publik menilai atau memberikan kesan pada suatu fenomena berdasarkan apa yang mereka saksikan terutama pada saat pertama kali. Dalam perspektif salah satu teori dalam ilmu komunikasi, yakni teori penjulukan (labeling theory) dikenal istilah prediksi yang dipenuhi sendiri (self-fulfilling prophecy). Artinya, sikap dan perilaku seseorang akan dinilai orang yang lain berdasarkan apa yang diliihatnya. Orang pemarah, misalnya, akan dicap berwatak seperti itu oleh orang-orang sekitarnya, meskipun ia tidak sedang dalam keadaan marah. Tentu ini bukan sesuatu yang menyenangkan bagi yang bersangkutan. Karena itulah para elite PKS harus lebih berhati-hati dalam menampilkan sikapnya di hadapan publik, betapa pun masalah yang dihadapi mereka sangat menyudutkan dan merugikan citra partainya. Ketiga, pada gilirannya sikap reaksional yang diperlihatkan para elite PKS justeru akan berdampak pada menurunnya simpati publik, apalagi kalau sampai orang yang mereka bela secara mati-matian itu ternyata terbukti bersalah. Tentu simpati publik bukan hanya akan menurun melainkan sirna sama sekali. Sebaliknya, jika para elite PKS lebih bersikap tenang dalam masalah tersebut, justeru simpati publik akan mengalir. Apalagi kalau nanti ternyata tidak terbukti tuduhan yang diberikan pada LHI, maka simpati publik akan meningkat tajam. Langkah Bijak Proses hukum yang akan ditempuh LHI sampai benar-benar terbukti bersalah atau tidak jelas akan memakan waktu yang panjang. Selama proses itu tentu berbagai pemberitaan di media baik cetak, elektronik maupun media sosial seperti facebook dan twiter, akan terus menerus dilakukan secara masif. Dan satu hal yang sulit dihindari bahwa kecenderungan berita-berita tersebut adalah mengangkat berita buruk (bad news), baik pada kehidupan personal LHI maupun PKS. Bukan tidak mungkin berbagai pemberitaan negatif tersebut juga akan berdampak pada persepsi negatif pula di kalangan kader-kader PKS di seluruh Indonesia. Misalnya, kader-kader partai di daerah yang selama ini benar-benar berjuang demi membesarkan partai dengan menempuh hidup yang sederhana mungkin akan merasa “tertipu” dengan perilaku elite politiknya di pusat yang hidup serba berkecukupan bahkan mewah. Dan kenyataannya ada pula satu dua orang elite partai ini di Senayan yang penampilannya cukup perlente seperti anggota-anggota partai lain. Bukanlah hal yang aneh jika realitas tersebut pada gilirannya akan menimbulkan kekecewaan di sebagian kader PKS. Meskipun hal tersebut tidak akan sampai berimbas pada aksi meninggalkan partai karena mereka dikenal sebagai kader-kader ideologis dan militan, kecuali para simpatisan, tetapi tetap saja berpotensi menimbulkan keretakan internal. Keretakan itu bahayanya bisa menjurus pada hilangnya ghirah untuk berjuang membesarkan partai. Oleh karena itu, hemat penulis, ketimbang bersikap reaksional dan cenderung melemparkan tuduhan terhadap pihak-pihak lain, para elite PKS sebaiknya lebih melihat ke dalam atau internal partai. Mereka harus memberikan keyakinan pada kader-kader tersebut bahwa apa yang mereka alami itu semata-mata ujian yang pasti akan dialami oleh semua makhluk Tuhan. Dan mereka harus dapat lulus dari ujian tersebut. Dalam hal ini, langkah LHI untuk mengundurkan diri dari posisi presiden partai patut diberikan apresiasi yang tinggi. Tindakan ini tentu semakin mempermudah para elite PKS untuk memberikan keyakinan pada kader-kadernya di seluruh negeri ini. Inilah antara lain langkah bijak yang diambil PKS dalam situasi yang sulit ini.

Tidak ada komentar: