Selasa, 15 Februari 2011

Episode Baru Drama Politik (Jurnas, 16-02-11)

Perkiraan banyak kalangan bahwa tahun 2011 merupakan tahun yang akan dipenuhi berbagai intrik dan manuver politik tampaknya kian memperlihatkan kebenarannya. Para aktor politik, khususnya di Senayan, tak pernah jemu untuk menampilkan episode-episode drama politik yang dibalut oleh beragam intrik dan manuver tersebut.

Kasus teranyar dari episode tersebut adalah rencana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Perpajakan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Aroma manuver politik agaknya sangat terasa di dalamnya di mana tarik menarik antar kekuatan politik di parlemen begitu kuat bahkan sebelum pansus tersebut terbentuk. Yang menarik adalah bahwa pertarungan itu terjadi antar partai politik di dalam Setkretariat Gabungan (Setgab) yang notabene merupakan koalisi pendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono.

Fraksi Demokrat yang sebenarnya merupakan pihak pertama yang menginisiasi pembentukan pansus tersebut mencabut kembali dukungannya saat-saat akhir menjelang pengajuan hak angket. Tindakan Demokrat tersebut kemudian diikuti oleh “teman setianya” di koalisi, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sementara partai-partai lainnya di koalisi masih tetap menghendaki pembentukan pansus. Akibat pencabutan kembali dukungan Demokrat dan PKB, pembentukan pansus pun mengalami penundaan karena tidak memenuhi syarat jumlah dukungan.

Pencabutan kembali dukungan oleh Demokrat tampaknya disebabkan oleh kekhawatiran akan adanya politisasi terhadap pansus. Artinya, bahwa pansus akan dibelokkan pada tujuan-tujuan politis tertentu sehingga mengabaikan substansinya yaitu membongkar carut marut perpajakan. Apalagi ada desas-desus bahwa pansus akan lebih diarahkan pada pembubaran Satuan Tugas (Satgas) anti mafia hukum yang dibentuk Presiden SBY.

Sementara partai lainnya yang tetap menghendaki terbentuknya pansus berpandangan bahwa kehadiran pansus perpajakan ini sangat penting. Alasannya pansus akan difokuskan untuk penyelidikan mafia pajak, antara lain untuk mengetahui intervensi dari instansi pajak atas proses pengadilan pajak. Juga menyelidiki sistem pembinaan, pengawasan dan penindakan yang dilakukan instansi pajak terhadap petugas yang melanggar hukum, hingga seberapa besar kerugian negara.



Politik atau Hukum?

Persoalannya adalah apakah masalah perpajakan di tanah air yang diduga merugikan negara 200 – 300 trilyun itu, seperti yang disinyalir para inisiator hak angket perpajakan, harus diberantas melalui tindakan politik, antara lain dengan membentuk pansus hak angket perpajakan di DPR? Ataukah cukup dengan tindakan hukum, misalnya dengan memaksimalkan kinerja aparat penegak hukum?

Sebenarnya tindakan politik dan hukum bisa disinergikan karena keduanya saling melengkapi. Tindakan-tindakan politik dalam derajat tertentu dapat digunakan untuk memberikan daya dorong pada tindakan-tindakan hukum untuk mengambil tindakan sesuai dengan garisnya. Sebaliknya, tindakan-tindakan hukum juga bisa dijadikan acuan bagi tindakan politik sehingga tidak terseret oleh manuver-manuver politik yang menafikan substansi.

Tetapi masalahnya adalah bahwa apa yang kerap diperlihatkan para elite politik di negeri ini justeru tidak memperlihatkan sinkronisasi antara tindakan politik dan hukum. Tindakan politik seperti pembentukan pansus seringkali hanya dijadikan ruang bermanuver, arena pertunjukan politik dan sebagainya. Mereka tampak saling serang bahkan saling sandera, namun ujung-ujungnya adalah kompromi politik, ada deal-deal politik di belakang panggung. Kasus Pansus Bank Century merupakan contoh yang sampai saat ini tidak jelas junterungannya, kecuali deal-deal politik secara diam-diam antar elite politik.

Tepat seperti yang ditegaskan Erving Goffman dalam teori dramaturginya bahwa di panggung depan (pansus) para aktor politik berupaya untuk menampilkan dirinya (self presentation) sebaik mungkin demi meraih kesan yang baik dari publik (management of impression); antara lain dengan tampil garang seolah-olah tengah membela kepentingan rakyat. Namun di panggung belakang mereka diam-diam membuat berbagai kompromi politik yang saling menguntungkan.

Oleh karena itu, penulis termasuk kalangan yang pesimis bahwa pansus hak angket perpajakan, kalau nanti terbentuk, akan benar-benar berupaya untuk menunaikan tugas utamanya, yakni membongkar mafia perpajakan yang sudah menggurita di negeri ini. Ia, seperti yang sudah-sudah, akan lebih menonjolkan manuver dan permainan politik demi tujuan-tujuan politis para aktornya.



Penulis, Deputi Direktur the Political Literacy Institute, Kandidat Doktor Komunikasi Unpad.

Tidak ada komentar: