Senin, 25 Oktober 2010

Wacana Pencapresan Aburizal Bakrie

Dimuat di Harian Suara Karya Selasa 26 Oktober 2010

Rapat Pimpinan Nasionak (Rapimnas) I Partai Golkar yang diselenggarakan dari 17 – 20 Oktober di Hotel Borobudur Jakarta akhirnya secara resmi tidak mendeklarasikan Aburizal Bakrie (Ical) sebagai Calon Presiden Republik Indonesia 2014. Padahal sebelum dan saat persidangan berlangsung suara-suara dari daerah yang menghendaki agar partai beringin menjadikan ketua umumnya sebagai capres demikian kuat.
Mengapa Ical sebagai ketua umum partai terbesar kedua pada Pemilu 2009 lalu belum bersedia dijadikan capres untuk Pemilu 2014 seperti yang ia sampaikan pada penutupan rapimnas kemarin? Bagaimanakah sebenarnya kelebihan dan kekurangan seandainya Ical bersedian dijadikan capres? Dan apasaja yang harus dilakukan Ical untuk mempersiapkan dirinya sebagai capres?

Plus Minus
Setiap peristiwa, lebih-lebih peristiwa politik selalu memunyai dua wajah: positif dan negatif; kelebihan dan kekurangan dan seterusnya. Demikian pula dengan momentum pencapresan Ical. Dari sisi kelebihan atau hal yang bersifat positif seandainya Ical bersedia dicalonkan sebagai capres 2014 dari sekarang adalah sebagai berikut.
Pertama, Ical dan Golkar memiliki periode waktu yang sangat panjang untuk mempersiapkan diri semaksimal mungkin, baik sosialisasi, kampanye dan sebagainya. Kekalahan Jusuf Kalla (JK) sebagai capres Golkar pada Pemilu 2009 antara lain karena faktor sempitnya waktu persiapan. Kurun waktu yang hanya empat bulan untuk mempersiapkan seseorang sebaga capres jelas sangat kurang.
Kedua, dari segi fatsoen politik dan demokrasi penegasan seseorang sebagai capres jauh-jauh hari sebenarnya tidak perlu dianggap salah. Sebaliknya, mesti dipandang sebagai bentuk kesiapan seseorang untuk siap berkontestasi dan memperjuangkan nilai-nilai dan tujuan politiknya.
Ketiga, personalitas Ical sebenarnya masih bisa dipoles dengan baik seperti halnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Memang sementara ini dalam berbagai survei suara Ical berkisar di pertengahan, namun bukan tidak mungkin akan terus menaik jika mendapatkan polesan yang tepat.
Adapun sisi kelemahan atau aspek yang bersifat negatif jika Ical benar-benar bersedia dideklarasikan sebagai capres 2014 pada rapimnas kemarin setidaknya ada dua hal. Pertama, Ical tentu akan dijadikan target serangan dari lawan-lawan politiknya, terutama terkait dengan kasus-kasus yang selama ini dikaitkan dengan perusahaannya, yaitu kasus lumpur lapindo dan pajak.
Memang para elite Golkar dapat berkilah bahwa secara hukum Ical tidak terkait dengan kedua kasus tersebut, bahkan untuk kasus lumpur lapindo telah dinyatakan selesai secara hukum. Namun, tentu dalam ranah politik hal-hal sensitif seperti itu bisa dijadikan komoditas politik yang sangat menarik bagi lawan-lawan politiknya.
Kedua, realitas politik Golkar yang saat ini berada dalam tubuh koalisi pendukung pemerintahan SBY juga sesungguhnya menimbulkan ketidaknyamanan dari sudut psikologi politik. Apalagi Ical merupakan ketua harian Sekretariat Gabungan (Setgab) yang notabene representasi dari partai-partai koalisi tersebut. Realitas ini sedikit banyak bisa mengakibatkan kecanggungan bila Ical dari sekarang sudah ditahbiskan sebagai capres.
Dalam konteks ini, tuntutan banyak pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPP), bahkan juga sebagian pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) agar Golkar keluar dari Setgab dapat dipahami. Dengan kata lain, seandainya Golkar henkang dari Setgab, maka partai ini sebenarnya jauh lebih leluasa bergerak dan bermanuver termasuk mencapreskan Ical untuk Pemilu 2014.

Menunggu Momentum
Yang menarik adalah komentar Ical saat diwawancarai sejumlah media mengenai penegasan dirinya sebagai capres 2014. Ical menegaskan bahwa yang terpenting saat ini adalah membesarkan partai, sebab kalau partai besar, maka orangnya juga besar. Ini artinya adalah bahwa Ical sebenarnya tengah menunggu momentum yang tepat untuk pendeklarasian dirinya sebagai capres.
Seraya menunggu momentum tersebut tentu Ical sebagai ketua umum Golkar harus terus berusaha menjadikan partainya sebagai yang terbesar sehingga akan memudahkan langkahnya menuju kursi nomor satu di republik ini. Maka, dari perspektif ini, belum bersedianya Ical untuk segera diusung sebagai capres 2014 sebagaimana dituntut banyak kader Golkar cukup beralasan.
Menurut hemat penulis, ada beberapa hal yang harus dilakukan Ical sebelum menemukan momentum pendeklarasian dirinya sebagai capres 2014. Pertama, Ical harus lebih berkonsentrasi untuk terus membesarkan partai. Memang ada tren menguatnya dukungan rakyat terhadap Golkar sekarang ini seperti dilansir oleh salah sebuah lembaga survei. Namun jangan lupa, tren yang sama juga terjadi pada Partai Demokrat. Oleh karena itu, Golkar jangan leha-leha dengan kenaikan tersebut, apalagi suara dukungan rakyat bersifat fluktuatif.
Kedua, Ical harus segera menyelesaikan kasus-kasus internal partai yang berpotensi melemahkan Golkar di masa yang akan datang. Kasus yang menimpa DPD Golkar Jawa Barat yang berbuntut pemecatan ketua umum dan wakilnya mendesak untuk segera diselesaikan. Propinsi Jawa Barat selama ini merupakan lumbung suara Golkar dan ketua umumnya memiliki banyak pendukung di kalangan pengurus-pengurus Golkar sedaerah Jawa Barat. Maka, apabila tidak segera diselesaikan secara win-win solution, bukan tidak mungkin akan mengakibatkan perpecahan internal.
Ketiga, Ical harus lebih sering melakukan komunikasi politik dengan rakyat. Bagaimanapun salah satu kekurangan Ical adalah kemampuan komunikasinya terutama dengan arus bawah, padahal ini merupakan hal yang sangat penting bagi seorang calon presiden.
Dengan melakukan beberapa langkah di atas, maka Ical sebenarnya tinggal menunggu momentum yang tepat saja untuk mendeklariskan dirinya sebagai capres 2014 yang akan bersaing dengan capres-capres lainnya.

*Penulis, Kandidat Doktor Komunikasi Unpad Bandung dan Deputi Direktur The Political Literacy Institute.

Tidak ada komentar: