Kamis, 21 Oktober 2010

Arah Penyelesaian Revisi UU Pemilu

Dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Kamis 23 September 2010

Semua pihak tentu mengharapkan agar pemilihan umum (pemilu) yang akan digelar pada 2014 nanti berjalan secara lancar. Oleh karena itu, untuk terselenggaranya perhelatan demokrasi tersebut seperti yang diharapkan perlu dibentuk penyelenggara pemilu yang benar-benar profesional, bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa pretensi dan intervensi kepentingan politik apapun kecuali kepentingan pemilu itu sendiri.
Dalam konteks inilah revisi Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu memiliki signifikansi yang sangat besar. Sayangnya, pembahasan revisi tersebut berjalan sangat alot yang disertai dengan tarik-menarik kepentingan partai politik (parpol). Kepentinan parpol itu terlihat dari keinginan parpol untuk memasukkan kader-kadernya baik sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan (DK KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Belakangan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat (PD) mengubah keputusannya dan mengusulkan agar ketiga lembaga tersebut diisi oleh orang-orang non-parpol atau orang parpol yang telah mengundurkan diri.
Dalam konteks ini ada perbedaan pandangan di kalangan parpol besar. Menurut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), orang parpol yang masuk KPU baru mengundurkan diri kalau terpilih, sementara Partai Golkar (PG) mengharuskan pengunduran diri pada saat pendaftaraan baik nanti terpilih atau tidak. Sedangkan Partai Demokrat (PD) menghendaki agar calon anggota KPU sudah mundur lima tahun sebelum pendaftara.
Namun belakangan muncul wacana yang memperlihatkan kecenderungan kompromistis di kalangan parpol. Jika sebelumnya mereka ngotot untuk memasukkan kadernya di semua lembaga penyelenggara pemilu, maka sekarang mereka melunak dan hanya menghendaki anggota parpol untuk dimasukkan dalam Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK KPU).

Kedewasaan politik
Sebenarnya pelibatan anggota parpol ke dalam lembaga penyelenggara pemilu tidak bermasalah. Kehadiran mereka baik di KPU, DK KPU maupun Bawaslu sesungguhnya bisa menjadi semacam mekanisme efektif untuk saling mengontrol sesama peserta pemilu. Sebagian pihak menyebutnya dengan kesekretariatan bersama partai politik dalam penyelenggaraan pemilu. Tujuannya antara lain untuk mencegah terjadinya praktik kecurangan dalam pemilu. Berbagai penemuan kecurangan di lapangan dapat ditindaklanjuti secara bersama-sama di forum tersebut.
Namun demikian, kondisi seperti ini menuntut adanya kedewasaan politik yang luar biasa dari para politisi kita. Bahwa kehadiran mereka di lembaga penyelenggaraan pemilu dimaksudkan untuk memanggul kepentingan bangsa dan negara, yakni suksesknya hajatan demokrasi lima tahunan di negeri ini. Dalam konteks ini kepentingan sendiri mesti rela dikesampingkan demi kepentingan yang lebih besar. Namun, tanpa adanya kedewasaan politik keberadaan mereka justeru hanya akan dimanfaatkan untuk mengusung kepentingan sempit partainya.
Sayangnya, realitas politik memperlihatkan betapa para politisi di negeri ini masih jauh dari sifat dewasa dalam berbagai sikap dan tindakan politik mereka. Banyak bukti yang memperlihatkan bagaimana mereka seringkali lebih mengutamakan kepentingan sempit partainya alih-alih kepentingan yang lebih besar. Dalam pemilukada, misalnya, parpol acap melakukan pembelaan yang membabi buta terhadap calon yang diusungnya meski sudah kalah. Parpol juga tak segan-segan membela kader-kadernya yang sudah jelas tersangkut kasus hukum.
Kedewasaan politik sesungguhnya berlaku bukan hanya bagi calon anggota lembaga penyelenggara dari parpol saja, melainkan semua calon dari berbagai elemen. Mereka harus bertekad menyukseskan penyelenggaraan pemilu tanpa pretensi kepentingan-kepentingan pragmatis yang bisa memalingkan tugas suci yang diembannya. Kasus Andi Nurpati, yang lebih memilih masuk menjadi anggota Demokrat padahal masih aktif sebagai anggota KPU, misalnya, menjadi preseden buruk bagi lembaga ini.
Berdasarkan hal tersebut, tampaknya belum saatnya bagi para anggota parpol untuk dilibatkan dalam lembaga penyelenggaraan pemilu. Usulan untuk melibatkan mereka hanya di DK KPU agaknya sudah merupakan penyelesaian yang maksimal. Setidaknya kepentingan mereka telah terakomodasi.


*Penulis, Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute.

Tidak ada komentar: