Selasa, 08 Mei 2012

Selebriti di Panggung Politik (Pikiran Rakyat, Selasa 8/05/12)

Kaum selebriti tampaknya masih dianggap sebagai magnet yang memiliki daya tarik luar biasa dalam politik Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau panggung politik Indonesia kerap diramaikan oleh munculnya sejumlah selebriti. Pemilihan umum kepada daerah (pemilukada), termasuk di Jawa Barat, juga tidak sepi dari keterlibatan kaum selebriti tersebut. Bahkan Wakil Gubernur Jabar sekarang, Yusuf Macan Effendy, yang lebih akrab disebut Dede Yusuf, merupakan salah seorang selebriti. Kini menjelang Pemilukada Jabar yang sebentar lagi akan dihelat pada tahun 2012 ini sosok selebriti kembali menjadi fokus perhatian. Salah seorang selebriti yang digadang-gadang untuk tampil memimpin Jabar adalah Rieke Diah Pitaloka, pemeran si Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri, yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Bahkan Rieke kemudian menjadi rebutan sejumlah partai besar untuk menjadi pendamping calonnya, seperti Demokrat, Golkar dan PKS. Bila berkoalisi dengan Demokrat Rieke akan berduet dengan Dede Yusuf yang sudah ditetapkan sebagai Calon Gubernur (Cagub) partai berlambang mercy ini. Dan bila ini terjadi maka akan terbentuk pasangan sesama selebriti. Bila bergabung dengan Golkar, Rieke akan berpasangan dengan Ketua DPD Golkar Jabar, Irianto M Syaifuddin (Yance). Dan bila bergandengan dengan PKS, Rieke akan berduet dengan gubernur petahana (incumbent) Ahmad Heryawan yang akan mencalonkan kembali. Tipikal Masyarakat Indonesia Tidak dapat dimungkiri bahwa kaum selebriti di republik ini masih mendapatkan tempat yang istimewa di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat yang begitu mudah mengidolakan sosok seorang selebriti secara taken for granted. Sehingga ketika sang selebriti tersebut masuk ke panggung politik, ia seakan mendapatkan modal yang sangat berharga berupa popularitas. Sulit disangkal bahwa kemenangan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade) pada pemilukada yang lalu banyak disumbang oleh perolehan suara dari Dede Yusuf. Mengapa ini bisa terjadi? Salah satu faktornya, seperti yang pernah ditegaskan Deddy Mulyana, adalah karena tipikal masyarakat Indonesia yang bersifat kolektivis. Berbeda dengan corak individualisme yang berkembang di negara-negara Barat, model kolektivisme sebuah masyarakat seperti di Indonesia, sangat menekankan pada kultur kebersamaan. Dalam situasi yang sedemikian rupa, simpati dan empati mudah sekali muncul di tengah mereka ketika ada sosok yang dianggap lebih dari masyarakat kebanyakan. Maka, kaum selebriti yang umumnya lebih menonjol setidaknya dari aspek penampilan diri, mudah sekali mendapatkan simpati dari masyarakat. Dalam situasi seperti ini tidak aneh kalau partai-partai politik di negeri ini berlomba-lomba untuk menggaet kaum selebriti. Tujuannya tidak lain untuk mendongkrak suara sebanyak-banyaknya. Sayangnya dalam banyak kasus partai politik kerap hanya mempertimbangkan aspek popularitas semata tanpa dibarengi dengan pertimbangan terhadap aspek kualitas yang bersangkutan. Sehingga banyak pula kaum selebriti yang hanya berfungsi sebagai “pemanis” politik belaka. Dalam konteks Pemilukada Jabar, sebagai publik tentu kita harus tetap kritis terhadap kehadiran bakal calon dari kaum selebriti. Antara lain dengan melihat setidaknya pada rekam jejak (track record) yang bersangkutan. Apalagi di wilayah Jabar kita sudah memiliki bukti terdahulu. Dicky Chandra yang sempat menjadi Wakil Bupati Garut, misalnya, ternyata “tidak berdaya” dalam kehidupan politik yang sesungguhnya sehingga ia memilih kembali ke dunia hiburan. Bahkan Dede Yusuf sebagai cagub pun tampaknya belum berhasil memberikan kontribusi nyata dalam kepemimpinannya tersebut. Tentu sikap kritis terhadap kaum selebriti tersebut tidak berarti kita harus menutup mata terhadap mereka yang memiliki rekam jejak yang baik. Dalam konteks ini, Rieke sesungguhnya memiliki modal rekam jejak yang kuat. Keterlibatannya dalam sejumlah advokasi terhadap hak-hak rakyat yang terabaikan seperti kaum buruh, TKI dan sebagainya menjadi nilai positif baginya. Hanya saja PDIP selaku partai pengusung Rieke harus pandai-pandai menduetkannya dengan pasangan yang tepat. Bagaimanapun kaum selebriti memiliki hak-hak politik sama seperti warna negara Indonesia lainnya. Mereka berhak maju sebagai calon bupati, gubernur ataupun presiden. Sementara kita sebagai publik juga mendapatkan hak untuk memilih atau tidak memilih mereka. Oleh karena itu, kitalah sesungguhnya yang paling berperan dalam konteks ini.