Jumat, 09 November 2012

Pilkada DKI dan Peluang Prabowo, Jurnal Nasional, 26/09/2012

Pilkada DKI dan Peluang Prabowo Iding R. Hasan* Ada hal menarik dari perhelatan putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012 pada 20/09 yang lalu. Nama mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, Prabowo Subianto, disebut-sebut sebuah lembaga survei sebagai tokoh yang paling berpeluang untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. Hal ini menyusul kemenangan sementara pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang notabene merupakan pasangan yang diusung partai Prabowo, yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pimpinan Megawati Soekarnoputri. Sebagaimana diketahui salah sebuah lembaga survei menyebutkan bahwa jika pemilihan presiden (pilpres) diselenggarakan tahun ini, maka Prabowo berpotensi untuk muncul sebagai pemenang. Survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 7 – 11 September 2012 di wilayah Jakarta tersebut menemukan bahwa jika pilpres diselenggarakan sekarang, 19,1 responden memilih Prabowo dan Mega hanya didukung 10,1 persen. Sedangkan Aburizal Bakrie (Ical) hanya memperoleh suara 7 persen, Hatta Rajasan dan Anas Urbaningrum bahkan berada di bawah angka 7 persen. Yang menarik dari temuan tersebut adalah bahwa pemilih pasangan Jokowi-Ahok 25 persen memilih Prabowo dan hanya 13 persen memilih Mega sebagai presiden pada 2014. Sementara itu, dari kalangan pemilih pasangan Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) ditemukan bahwa sebanyak 13 persen memilih Prabowo dan hanya 8 persen memilih Mega. Dengan demikian, Prabowo didukung baik oleh massa pendukung Jokowi-Ahok maupun Foke-Nara. Dari temuan di atas wajarlah kalau Prabowo Subianto menjadi calon presiden (capres) yang paling berpeluang untuk menjadi orang nomor satu di republik ini. Namun, akankah kondisi yang kondusif bagi Prabowo ini akan terus didapatkannya sampai saat penyelenggaraan Pilpres 2014 nanti? Faktor Pendukung Tentu ada pertanyaan mengapa Prabowo bisa mendapatkan citra positif di mata publik, khususnya Jakarta sekarang ini? Ada beberapa argumentasi yang dapat menjelaskannya. Pertama, saat penyelenggaraan Pilkada DKI 2012 publik Jakarta, khususnya yang mendukung pasangan Jokowi-Ahok tertuju perhatiannya pada sosok Jokowi. Sosok Jokowi yang dianggap orang bersih, jujur dan merakyat itu mampu menutupi hal-hal yang buruk tentang Prabowo. Dengan kata lain, publik Jakarta lupa terhadap berbagai kasus yang menimpa Prabowo seperti pelanggaran HAM. Kedua, Prabowo relatif tidak mendapatkan rival yang mampu mengunggulinya. Seperti yang diketahui bahwa calon-calon presiden, baik yang sudah dideklarasikan oleh partai politik pengusungnya maupun yang masih dielus-elusnya, umumnya juga terbebani oleh kasus-kasus hukum. Ical yang telah dideklarasikan Partai Golkar, misalnya, jelas sulit bersaing karena jeratan kasus yang tidak ringan. Wiranto yang dicalonkan kembali Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga setali tiga uang, bahkan kasus pelanggaran HAM pada masa Orde Baru yang ditujukan padanya jauh lebih berat. Praktis satu-satunya capres yang mampu mendekati perolehan suara Prabowo adalah Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Namun, tentu Mega bukanlah pesaing Prabowo yang sesungguhnya. Selain belum dicalonkan secara resmi oleh PDIP, Mega juga agaknya cenderung tidak akan kembali maju pada Pilpres 2014. Faktor usia dan pengalaman buruk, dua kali mengalami kekalahan pada pilpres sebelumnya, diyakini bakal menghalangi Mega untuk kembali berkontestasi. Ketiga, belum banyak muncul calon-calon presiden alternatif terutama dari kalangan non partai kecuali yang kerap disebut-sebut media massa, seperti Menteri BUMN, Dahlan Iskan dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mafud MD. Dua orang tokoh inipun, karena belum dicalonkan partai politik, tentu tidak disertakan dalam jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei tersebut. Barangkali hasilnya akan berbeda, jika kedua orang tokoh tersebut disertakan pula. Tidak Mudah Betapapun pasca penyelenggaraan putaran kedua Pilkada DKI Prabowo seolah-olah di atas angin, namun belum tentu perjalanan ke depan akan dilaluinya dengan mudah. Masih ada rentang waktu sekitar dua tahunan sebelum diadakan Pilpres 2014, sehingga berbagai kemungkinan bisa saja terjadi yang justeru tidak menguntungkan bagi Prabowo. Menurut hemat penulis, ada beberapa hal yang berpotensi untuk menjadi ancaman Prabowo dalam perjalanannya menuju Istana Negara. Pertama, memori publik bisa dibuka mengenai berbagai kasus seperti pelanggaran HAM yang melilit Prabowo oleh rival-rivalnya. Jika sekarang sebagian besar publik Jakarta cenderung melupakannya, itu karena perhatiannya lebih tertuju pada Jokowi. Pada saat pilpres nanti, tentu segenap publik Indonesia akan terfokus pada semua capres, termasuk Prabowo sehingga berbagai kekurangan mereka akan dibuka di mata publik. Saat itulah kasus-kasus terkait Prabowo bisa menjadi batu sandungan perjalanan politiknya. Kedua, meskipun Prabowo memiliki berbagai faktor pendukung yang dapat memperkuat pencapresannya: finansial yang melimpah, militer dan yang sangat penting dari kalangan Jawa, namun bukan berarti semua itu bisa menjadikan perjalanannya mulus. Salah satu kelemahannya adalah faktor ketokohan yang tampaknya sangat penting dalam konteks politik Indonesia seperti yang diperlihatkan Jokowi dalam Pilkada DKI kemarin. Sayangnya, faktor ketokohan Prabowo tampaknya tidak terlalu menonjol, misalnya dilihat dari kebersihan, kejujuran, sikap kerakyatan dan sebagainya. Seandainya pun dia berusaha menampilkan dirinya seperti itu ketika kampanye jelang Pilpres 2014, misalnya, bukan tidak mungkin akan tampak artifisial karena akan terkesan-kesan dibuat-buat dan tidak alamiah seperti Jokowi. Ketiga, jika nanti banyak tokoh-tokoh alternatif, baik yang dicalonkan sebagai presiden maupun wakil presiden, yang ternyata mempunyai ketokohan yang jauh melampaui Prabowo, tentu hal itu kian mempersulit langkahnya. Bukan tidak mungkin nama para tokoh yang sekarang sudah beredar terutama dilakukan oleh kalangan media, benar-benar maju dalam persaingan politik pada 2014. Jelas Prabowo tidak akan bisa lagi mengandalkan hasil survei. Dengan demikian, meskipun saat sekarang Prabowo lebih unggul dari capres-capres lainnya, namun perjalanannya menuju kursi Presiden RI pada 2014 tidak akan mudah. *Penulis, Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta dan Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute

Tidak ada komentar: