Rabu, 21 Maret 2012

Kuda Hitam Calon Independen (Jurnas, 20 .aret 2012

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Daerah Khusus Ibukota (DKI) tinggal beberapa bulan lagi. Peta persaingan pun mulai terlihat dengan jelas. Partai Demokrat, misalnya, telah resmi mencalonkan kembali petahana (incumbent), Fauzi Bowo (Foke), sebagai calon gubernur (cagub) yang berpasangan dengan Nachrowi. Partai Golkar yang berkoalisi dengan PPP dan PDS mengusung pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono. Sementara PDIP berkoalisi dengan Gerinda yang mengusung Wali Kota Sola, Joko Widodo (Jokowi), dan Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Adapun PKS telah resmi mencalonkan Hidayat Nur Wahid sebagai cagub.
Yang menarik adalah bahwa di antara tokoh-tokoh yang akan berkontestasi tersebut tidak hanya berasal atau didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik. Sebagian dari mereka ada yang mencalonkan diri melalui jalur perseorangan atau yang biasa disebut juga jalur independen. Sampai saat ini sudah ada dua pasangan calon independen yang siap bertarung, yaitu pasangan Faisal Basri Batubara-Beim Benyamin dan pasangan Hendardji Supandji-Ahmad Rizapatria. Namun keduanya masih harus memenuhi persyaratan dukungan minimal 4 persen dari total jumlah pemilih penduduk DKI Jakarta.
Sebelumnya bahkan ada dua lagi pasangan calon independen, yaitu pasangan Prayitno Ramelan-Teddy Suratmaji, pasangan Deddy Irianto-Atmasanjaya dan pasangan Mulyo Wibisono-Ngadisah. Namun sayang, ketiga pasangan tersebut tidak berhasil memenuhi syarat minimal. Terlepas dari itu, antusiasme warga Jakarta untuk mencalonkan diri melalui jalur perseorangan tampaknya patut diberikan apresiasi.

Calon Alternatif
Dalam konteks pemilihan umum, baik dalam skala nasional maupun daerah, ada beberapa prasyarat mutlak (conditio sine qua non) yang pada umumnya dimiliki oleh seorang calon. Setidaknya, ada tiga hal yang harus dimiliki, yaitu mesin partai, jaringan (network) dan kekuatan finansial. Bagi calon yang diusung oleh parpol, terutama parpol-parpol besar, tentu hal tersebut tidak bermasalah.
Bagaimana dengan calon independen? Dilihat dari aspek persyaratan di atas, calon independen memang sulit memenuhinya. Namun hal itu bukan berarti akan serta merta memupus kans mereka dari peta persaingan. Menurut penulis, masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang justeru bisa menjadi keunggulan mereka dari calon-calon parpol.
Ada beberapa celah yang bisa dimanfaatkan para calon independen. Pertama, merosotnya citra partai politik di mata publik yang kemudian menjurus pada adanya ketidakpercayaan publik (public distrust) terhadap parpol. Bahkan banyak orang yang tidak segan-segan untuk menyatakan kemuakannya pada parpol. Ini antara lain disebabkan karena parpol dianggap sebagai salah satu sumber kebusukan politik di negeri ini: korupsi yang menjadi musuh nomor satu di negeri ini ternyata akarnya terdapat di parpol. Situasi ini tentu akan lebih menguntungkan calon independen.
Kedua, kerap tersanderanya calon parpol ketika sudah terpilih karena harus melakukan konsesi dengan banyak parpol pendukung. Tidak jarang terjadi tarik menarik kepentingan parpol yang dalam derajat tertentu menimbulkan perpecahan sehingga mengganggu efektivitas kepemimpinan. Akibatnya, tidak sedikit kebijakan-kebijakan yang dibuatnya ternyata lebih banyak mempertimbangkan kepentingan parpol ketimbang kepentingan umum. Calon independen, kalau terpilih, tentu tidak akan terbebani oleh keharusan-kehareusan tersebut.
Ketiga, calon parpol senantiasa diidentikkan dengan politik uang (voter buying). Sudah bukan rahasia lagi bahwa seseorang yang dicalonkan parpol atau gabungan parpol, terutama jika si calon bukan dari parpol tersebut, selalu dimintai "mahar" politik dengan dalih untuk kepentingan sosialisasi, kampanye dan sebagainya. Inilah yang kemudian menjadi semacam "investasi" bagi si calon ketika berkuasa untuk bisa mengembalikan modalnya dengan cepat.
Dalam konteks politik uang, calon independen justeru berpeluang untuk meminimalisasi kecenderungan tersebut. Mereka tidak harus mengeluarkan ‘mahar” politik pada partai tertentu. Bahkan sebaliknya bisa menarik sumbangan dari masyarakat yang mendukungnya. Apa yang dilakukan pasangan Faisal-Biem patut dijadikan contoh. Pasangan ini bukan hanya melakukan sosialisasi pada masyarakat Jakarta, tetapi juga melakukan penggalangan dana dari mereka. Jejaring sosial seperti twitter dimanfaatkan betul oleh pasangan tersebut.

Kuda Hitam
Banyaknya pasangan yang akan bersaing untuk menjadi penguasa ibu kota sesungguhnya bisa menjadi salah satu faktor keberuntungan bagi calon independen karena suara publik Jakarta akan terbagi-bagi. Namun demikian, sekalipun begitu, calon-calon independen tetap harus bekerja keras jika ingin memenangkan persaingan. Salah satunya adalah bahwa mereka harus mempunyai faktor diferensiasi dengan pasangan-pasangan lain terutama ketika melakukan kampanye politik. Oleh karena itu, mereka harus cerdas dalam memilih tema-tema kampanye.
Jika harus melakukan kampanye menyerang (attacking campaign) pun --yang dibedakan dengan kampanye hitam (black campaign)- calon independen harus membidik hal yang tepat. Misalnya masalah karakter kepemimpinan (leadership) yang tampak sangat kurang dalam kepemimpinan Jakarta sekarang. Mungkin secara teknis gubernur menguasai persoalan di wilayahnya tetapi tanpa disertai jiwa kepemimpinan yang memadai sulit untuk berhasil. Mengapa, misalnya, masalah banjir di Jakarta, untuk menyebut salah satu contoh, tak pernah bisa diatasi sehingga setiap tahun selalu berulang-ulang. Barangkali bukan karena gubernur tidak menguasai persoalan tersebut, melainkan karena lemahnya jiwa kepemimpinan.
Ceruk inilah yang mesti dibidik oleh pasangan calon independen jika ingin mendapatkan apresiasi yang tinggi dari masyarakat Jakarta. Beruntung bahwa tipologi pemilih masyarakat Jakarta lebih cenderung sebagai pemilih rasional (rational votters) yang cukup kritis. Di mata mereka kepemimpinan Foke selama ini tidak cukup berhasil membangun Jakarta sehingga sangat mungkin mereka tidak mau lagi memilih untuk yang kedua kalinya. Selain itu, tipe pemilih mengambang (swing votters) dan golongan putih (golput) juga cukup banyak. Tentu saja, hal tersebut bisa menjadi target utama dari calon independen.
Pendek kata, pasangan calon independen memiliki peluang besar untuk bisa menjadi pemenang Pilkada DKI 2012. Meskipun dalam sejumlah survei, calon independen masih kalah saing dengan calon-calon parpol,, tetapi bukan tidak mungkin calon independen akan menjadi kuda hitam.

Tidak ada komentar: