Senin, 05 Desember 2011

Darah Segar KPK (Tribun Jabar, Senin 5 Des 2011)

Akhirnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 telah terpilih meski sempat mengalami penundaan. Abraham Samad, seorang pengacara dan aktivis antikorupsi, terpilih menjadi ketua KPK yang baru menggeser Busyro Muqaddas ke posisi wakil ketua. Pimpinan terpilih lainnya adalah Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain. Sementara Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, Aryanto Sutadi dan Handoyo tersisih sejak voting pertama.
Satu hal yang menarik adalah bahwa kemenangan Abraham Samad dan pimpinan KPK lainnya telah berhasil mengalahkan calon yang diduga menjadi “titipan” partai penguasa. Bagaimanapun aroma politis dalam pemilihan capim KPK begitu terasa sehingga sempat menunda pemilihan beberapa kali untuk kepentingan lobi-lobi politik terutama yang dilakukan elite-elite partai dalam Sekretariat Gabungan (Setgab). Namun pada akhirnya suara Setgab agaknya tidak cukup solid sehingga calon yang dijagokannya tersingkir.
Terpilihnya Abraham Samad sebagai nakhoda baru KPK jelas merupakan darah segar bagi lembaga yang bertugas memberantas korupsi di negeri ini. Setidaknya ada sejumlah faktor yang bisa memunculkan harapan publik terhadap kiprah lembaga ini. Pertama, Abraham Samad merupakan pimpinan paling muda dibandingkan yang lain di mana usianya baru 45 tahun. Dengan jiwa mudanya diharapkan ia bisa membawa lembaga ini menjadi lebih tegas dan berani ketimbang periode-periode sebelumnya.
Kedua, Abraham Samad selama ini dianggap belum terkontaminasi oleh atmosfir politik Jakarta sehingga relatif lebih bersih dari kepentingan-kepentingan elite-elite tertentu. Ia adalah seorang advokat di Makassar yang kemudian mendirikan Anti-Corruption Committee (ACC), sebuah organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam pemberantasan korupsi. Lembaga ini fokus dalam menciptakan sistem pemerintahan yang baik dan sistem pelayanan publik maksimal.
Ketiga, Abraham Samad tampaknya akan memulai tradisi baru dalam politik Indonesia. Ia, misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa jika dalam satu tahun masa kepemimpinannya KPK tidak berhasil menuntaskan kasus-kasus besar seperti Century, maka ia akan mengundurkan diri dari jabatannya. Sekalipun belum terbukti tetapi janjinya tersebut tidak bisa dianggap main-main apalagi telah disaksikan oleh publik Indonesia.
Keempat, Abraham Samad akan banyak terbantu karena didampingi empat pimpinan KPK lainnya yang juga memiliki rekam jejak bagus terutama Bambang Widjojanto. Bambang yang sempat mengikuti seleksi Calon Pimpinan KPK pada tahun 2007 dan 2010 dikenal publik sebagai advokat dan aktivis antikorupsi yang sangat tegas dalam bersikap. Sikapnya ini telah terlihat sejak ia menjadi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jayapura.
Dengan kata lain, komposisi pimpinan KPK yang baru ini bisa dianggap sebagai “the dream team” dalam pemberantasan korupsi. Tentu dengan catatan bahwa kelima pimpinan KPK tersebut bekerja layaknya sebuah tim yang solid. Jangan sampai ada upaya-upaya untuk menonjolkan diri sendiri, terutama oleh empat pimpinan lainnya yang dari segi usia dan pengalaman lebih senior dari Abraham Samad.
Ada banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pimpinan baru KPK di bawah panglima Abraham Samad. Menurut penulis, pekerjaan rumah paling utama KPK sekarang ini adalah membangun kembali kepercayaan publik terhadap lembaga ini. Tidak dapat dimungkiri bahwa belakangan ini kepercayaan publik terhadap KPK mengalami kemerosotan yang cukup signifikan seperti yang pernah diungkapkan oleh salah satu survei. Tentu saja kemerosotan kepercayaan publik yang signifikan bagi lembaga yang diharapkan berada di garda depan pemberantasan korupsi sangat memprihatinkan.
Di antara faktor yang membuat merosotnya kepercayaan publik terhadap KPK adalah ketidakberdayaan lembaga ini dalam menuntaskan kasus-kasus besar di republik ini seperti kasus Century, Suap di Kemenpora terkait dengan pembangunan Wisma Atlit, suap di Kemenakertran dan sebagainya. Sehingga wajar kalau kemudian ada kesan bahwa KPK tebang-tebang pilih dalam menangani sebuah kasus. Bahkan yang lebih buruk lagi anggapan bahwa KPK seolah-olah lebih mengabdi pada kepentingan penguasa, karena ketika berhadapan dengan kasus yang melibatkan kekuasaan, KPK tampak seperti macan ompong.
Maka, tidak ada jalan lain bagi KPK wajah baru ini kecuali lebih berani mengungkapkan kasus-kasus besar tersebut. Penuntasan kasus-kasus besar tersebut selain akan meningkatkan kepercayaan publik, juga bisa membuat kerja KPK lebih optimal. Artinya, KPK akan lebih mencurahkan segenap energinya untuk menuntaskan kasus tersebut, sementara untuk kasus-kasus korupsi berskala kecil cukup diberikan pada lembaga kejaksaan dan kepolisian.
Selain itu KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad harus lebih menekankan kerja daripada bicara. Salah satu komitmen Samad untuk tidak banyak melayani permintaan wawancara dari kalangan media supaya lebih fokus pada pekerjaan patut diacungi jempol. Tentu publik berharap bahwa komitmen tersebut harus benar-benar dibuktikan dalam kenyataan.
Hal lain yang perlu dibuktikan Abraham Samad adalah kenyataan bahwa perbedaan antara hasil pilihan Panitia Seleksi (Pansel) yang diketuai Patrialis Akbar dengan Komisi III. Sebagaimana diketahui menurut hasil Pansel, Samad hanya menduduki peringkat kelima. Tentu ini menjadi catatan tersendiri bagi Samad dan harus dijawab dengan pembuktian kinerjanya. Apakah ia benar-benar pantas mengungguli Bambang Widjojanto yang berada di peringkat pertama menurut Pansel, tentu kinerjanya yang bisa membuktikan.

*Penulis, Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute

Tidak ada komentar: