Sabtu, 31 Desember 2011

Menagih Komitmen Kerakyatan

Semboyan yang kerap didengungkan Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono dalam pembangunan, terutama pro-poor agaknya makin jauh dari harapan. Berbagai kisruh pertanahan yang melibatkan antara warga dan perusahaan berakhir dengan tindakan kekerasan aparat negara, dalam hal ini TNI dan Polri, terhadap warga yang notabene "pemilik asli" tanah yang dirampas itu.
Peristiwa berdarah yang terjadi di Mesuji, baik di Lampung maupun Sumatera Selatan, dan yang baru-baru ini terjadi di Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan contoh nyata. Rakyat yang sejatinya menuntut hak mereka sendiri, yakni lahan yang diserobot pihak perusahaan, justeru diperlakukan secara kasar bahkan ditembaki oleh aparat kepolisian. Korban pun lagi-lagi berjatuhan.
Dari berbagai peristiwa kekerasan terkait konflik lahan antara warga dan perusahaan seperti yang terekam dalam tragedi Mesuji dan Bima, tampak jelas bahwa pemerintah sama sekali tidak memperlihatkan keberpihakan pada rakyat. Ironisnya, justeru rakyatlah yang kerap dipersalahkan, seolah merekalah yang menjadi biang keladi kerusuhan tersebut.

Bertindak Tegas
Satu hal yang sering membuat rakyat di negeri ini sangat gemas adalah bahwa pemerintahan ini sangat tidak tegas dalam menindak aparat negara ataupun kekuatan lain yang berbuat sewenang-wenang. Presiden SBY hanya bisa memberikan instruksi kepada bawahannya untuk melakukan investigasi entah dengan membentuk tim pencari fakta ataupun dalam bentuk lain.
Padahal SBY sebenarnya bisa melakukan hal yang lebih dari sekadar instruksi investigasi atau mengatakan prihatin. Misalnya, ia bisa saja mencabut sementara izin operasional perusahaan yang terlibat dalam konflik tersebut. Jika nanti masalahnya sudah jelas, tentu setelah dilakukan studi yang komprehensif dan mendalam, izin tersebut bisa diaktifkan kembali.
Tindakan tegas pemerintah seperti ini sebenarnya sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia. Setidaknya ada beberapa keuntungan politik yang bisa diraih SBY. Pertama, citra SBY justeru akan naik di mata publik jika berani bertindak tegas. Bukan tidak mungkin citra yang selama ini melekat dalam dirinya sebagai pemimpin yang lamban, peragu dan semacamnya akan terkikis.
Kedua, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah khususnya terkait dengan semboyan pro-poor akan semakin meningkat. Sekalipun tindakan itu tidak berhubungan langsung dengan aksi nyata peningkatan kemakmuran, namun setidaknya keberpihakan pemerintah terhadap rakyat menjadi modal yang sangat penting. Tanpa ada keberpihak pada rakyat, bagaimana rakyat mau percaya pada pemerintah.

Peta Penyelesaian
Tindakan tegas seperti disebutkan di atas tentulah hanya bersifat sementara atau sekadar shock therapy untuk memberikan efek jera bagi pihak yang melakukan kesewenangan. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana pemerintah melakukan penyelesaian terhadap berbagai konflik lahan yang sesungguhnya telah terjadi sejak lama dan di hampir seluruh wilayah di Indonesia.
Oleh karena itu, harus ada peta penyelesaian yang tepat sehingga bisa berakhir dengan win-win solution antar pihak-pihak yang berkonflik. Sementara ini pemerintahan hampir selalu berpihak kepada perusahaan sehingga kerap membelanya secara membabi-buta. Sementara rakyat atau warga yang hanya menuntut haknya sendiri justeru kerap dijadikan kambing hitam.
Menurut hemat penulis, ada beberapa langkah penyelesaian yang semestinya dikedepankan pemerintahan dalam hal ini. Pertama, pemerintah semestinya tidak menjadikan kepentingan ekonomi sebagai yang paling utama sehingga mengorbankan kepentingan yang lain. Dengan kata lain, pemerintah jangan hanya mengejar pertumbuhan (growth) tetapi juga kemakmuran (prosperity). Pembukaan lahan oleh perusahaan akan sangat indah kalau didukung oleh warga setempat karena mereka mendapatkan keuntungan dari pembukaan lahan tersebut.
Kedua, pemerintah harus berusaha memahami persoalan konflik lahan ini secara mendalam sehingga bisa sampai pada solusi yang adil. Dalam hal ini, bahkan pemerintah harus berani mengatakan salah jika memang hulu persoalan ini sebenarnya dari pemerintahan sendiri. Misalnya, pembukaan lahan oleh sebuah perusahaan yang kerap menyerobot lahan harga bermula karena izin “asal-asalan” yang dikeluarkan pemerintah. Dengan memahami persoalan secara benar, diharapkan tindakan pemerintah juga bisa adil.
Ketiga, pemerintah harus berani menekan perusahaan untuk melakukan ganti rugi yang sepatutnya dan harus pula mengawasi pelaksanannya. Selama ini yang kerap terjadi adalah proses ganti rugi tidak memadai atau tidak sesuai dengan janji semula. Sayangnya pemerintah tidak melakukan pengawasan yang memadai pula.
Yang paling penting dari itu semua adalah keberpihakan pemerintah kepada rakyat sehingga semboyan pro-poor benar-benar bisa diimplementasikan dengan baik. Tanpa itu, komitmen kerakyatan pemerintah akan terus-menerus ditagih oleh seluruh rakyat.

Tidak ada komentar: