Rabu, 28 Juli 2010

Piala Dunia dan Kegelisahan Parpol Besar

Harian Pikiran Rakyat, 28 Juni 2010

Perhelatan Piala Dunia di Afrika Selatan 2010 memperlihatkan banyak kejutan, antara lain rontoknya sejumlah raksasa sepakbola khususnya dari Benua Eropa. Perancis merupakan contoh yang paling tragis. Sebagai peraih juara dunia pada 1998 dan juara Eropa pada 2000, kemudian tampil sebagai finalis pada Piala Dunia 2006, Tim Ayan Jantan harus angkat koper pagi-pagi. Selama di babak pertama, tidak sekalipun kemenangan diperolehnya.
Peristiwa yang juga dramatis dialami Italia setelah mengalami kekalahan yang sangat menyakitkan di laga penentuan melawan Slovakia. Italia yang merupakan peraih terbanyak tahta supremasi sepak bola untuk tingkat Eropa dan kedua di dunia setelah Brasil dan datang ke Afrika Selatan sebagai juara bertahan harus pulang lebih awal dengan menundukkan muka. Inggris hampir mengalami nasib yang serupa, beruntung dewi fortuna masih berpihak kepadanya. Pada laga penentuan Inggris akhirnya berhasil mencatat kemenangan dan lolos ke babak 16 besar meski dengan terseok-seok, sesuatu yang kontras dengan penampilannya pada penyisihan Piala Dunia yang cukup mengkilap.
Tim Eropa lainnya yang mengalami nasib yang tidak menguntungkan adalah Denmark. Meskipun bukan termasuk tim raksasa Eropa, namun tim yang dijuluki Dinamit ini pernah mengecap juara Eropa sehingga kehadirannya di Piala Dunia kali ini layak diperhitungkan. Sayangnya di laga penentuan, tim ini tidak berkutik di hadapan Tim Samurai Jepang dan dibantai dengan skor cukup telak 1-3.
Sementara itu tim-tim yang dianggap underdog dan kehadirannya kerap dianggap penggembira ternyata mampu menjungkirbalikkan perkiraan banyak kalangan. Sebagian dari mereka bahkan telah mempermalukan tim-tim raksasa Eropa. Dari Benua Asia Korea Selatan dan Jepang telah berhasil mencuri perhatian dunia. Korsel berhasil menggebuk Yunani 2-0 di babak awal, meskipun kemudian kalah telak oleh Argentina namun di babak berikutnya berhasil menahan seri Nigeria. Jepang tampil lebih menjanjikan. Di laga penentuan tim ini berhasil menyingkirkan salah satu tim besar Eropa Denmark secara meyakinkan. Tim underdog dari Eropa, Slovakia, juga berhasil memberikan kejutan. Negara yang sebelumnya tergabung dengan Ceko tersebut menyingkirkan sang juara bertahan, Italia.
Dari perhelatan Piala Dunia 2010 yang untuk pertama kalinya diselenggarakan di Benua Afrika Selatan tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa kekuatan besar tidak selamanya memenangkan pertempuran dengan kekuatan kecil seperti yang terlihat dari rontoknya tim-tim besar. Ketika kekuatan-kekuatan besar itu tidak dikelola dengan baik atau banyak terjadi kekisruhan internal yang mengakibatkan kekurangharmonisan di dalam seperti yang terjadi pada skuad Perancis, maka kekalahan sebenarnya tinggal menunggu waktu saja.

Parpol Besar
Apa yang terjadi pada Piala Dunia bukan tidak mungkin terjadi pula dalam dunia politik. Kekuatan-kekuatan besar dalam dunia politik seperti yang terdapat dalam partai-partai politik besar seperti Partai Golkar, PDIP dan Partai Demokrat mungkin saja akan tergerus oleh kekuatan-kekuatan kecil di masa mendatang jika saja pengelolaan terhadap parpol-parpol besar tersebut tidak tepat sehingga tidak mampu menghadapi berbagai tantangan.
Golkar, misalnya, kini dihadapkan tantangan nyata dengan kehadiran organisasi kemasyarakatan (ormas) Nasional Demokrat (Nasdem) yang kian populer di mata publik. Partai beringin ini tampak gelisah sampai-sampai sekjen Idrus Marham mengeluarkan pernyataan bahwa kader-kader Golkar yang ada di Nasdem telah membuka friksi dengan Golkar. Pernyataan ini tampaknya menyiratkan kekhawatiran bahwa ormas ini akan mampu menggerogoti kekuatan Golkar terutama pada Pemilu 2014.
Kekhawatiran ini tentu sangat beralasan mengingat Nasdem didirikan oleh Surya Paloh, mantan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar dan pesaing terberat Aburizal Bakrie (Ical), Ketua Umum Golkar sekarang. Surya Paloh memiliki gerbong yang cukup besar di tubuh beringin sehingga tidak akan kesulitan jika sewaktu-waktu menarik mereka. Apalagi secara kepemimpinan, Surya Paloh sebenarnya lebih mengakar ketimbang Ical di Golkar.
Dihadapkan dengan kenyataan ini dan ditambah dengan sejumlah problem yang siap menghadang, tentu Golkar tidak dapat tidur dengan nyenyak. PDIP dan Demokrat juga sebenarnya menghadapi masalah yang tidak kurang peliknya. Kekuatan status quo pada tubuh PDIP bukan tidak mungkin meninggalkan api dalam sekam di masa mendatang, Demokrat meski berhasil menampilkan pemimpin muda tetapi juga tidak terlepas dari “kerangkeng” kekuatan besar di atasnya.
Sementara itu partai-partai menengah atau kecil telah berancang-ancang dan siap memberikan kejutan pada Pemilu 2014. PKS, misalnya. yang telah memproklamsikan diri sebagai partai terbuka dengan membuka keanggotaan bagi non-muslim telah bertekad untuk meraih posisi ketiga. Dan demikian pula partai-partai lainnya.
Sebagaimana adagium yang mengatakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, maka bukan mustahil partai-partai besar akan rontok pada 2014 jika tidak berhasil menaklukkan tantangan yang menghadangnya. Piala Dunia 2010 di Afsel telah memberikan pelajaran bahwa tim-tim besar yang bertabur bintang ternyata tidak menjadi jaminan kemenangan.

*Penulis, Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute dan Kandidat Doktor Ilmu Komunikasi Unpad Bandung.

Tidak ada komentar: