Selasa, 08 April 2014

Sukses Pemilu, Sukses Demokrasi (Koran Sindo, 07/04/14)

Sukses Pemilu, Sukses Demokrasi Iding R. Hasan* Salah seorang ilmuwan politik, Robert Dahl, mengatakan bahwa pemilihan umum (pemilu) sesungguhnya merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern. Dengan demikian, pemilu menjadi instrumen yang sangat penting bagi keberlangsungan demokrasi di sebuah negara. Kesuksesan penyelenggaraan pemilu akan berpengaruh besar terhadap kesuksesan demokrasi. Dalam konteks ini, pemilu legislatif (pileg) yang akan digelar pada 9 April 2014 oleh pemerintah Indonesia dapat dimaknai sebagai suatu ikhtiar untuk mempertahankan dan memperkuat sistem demokrasi yang sekarang ini sedang berjalan, terlepas dari segala kekurangannya. Tidak heran kalau pemerintah dan terutama pihak-pihak penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu dan sebagainya berusaha sekuat tenaga untuk menyukseskan pemilu. Pada sisi lain, masyarakat Indonesia sebagai para pemilih sebenarnya juga memiliki kepentingan yang sama terhadap keberhasilan pemilu tersebut. Sebagai masyarakat yang telah menyatakan dirinya sebagai pemegang nilai-nilai demokrasi, tentu konsekwensinya adalah bagaimana mereka mampu menerapkan nilai-nilai tersebut di dalam kehidupan politik, antara lain menyukseskan pemilu dengan berpartisipasi aktif di dalamnya. Partisipasi Politik Partisipasi politik aktif masyarakat dalam pemilu misalnya dengan memberikan suara tidak dapat dimungkiri merupakan prasyarat mutlak (conditio sine qua non) bagi kesuksesan pemilu. Salah satu indikator paling kasat mata dari kesuksesan pemilu adalah tingkat partisipasi publik dalam memberikan suara. Semakin tinggi tingkat partisipasinya, semakin besar tingkat kesuksesannya. Menurut hemat penulis, dalam situasi politik seperti sekarang memberikan suara atau memilih merupakan alternatif terbaik. Terlepas dari (kemungkinan) berbagai kekurangan dalam penyelenggaraan pemilu, jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu yang pernah diselenggarakan pada zaman Orde Baru (orba), kita menyadari betul bahwa pemilu yang digelar sejak zaman reformasi jauh lebih baik dalam berbagai hal. Memilih untuk tidak memilih atau yang biasa disebut golongan putih (golput) agaknya bukanlah langkah yang tepat untuk saat ini. Jika pada masa orba hampir tidak ada gunanya berpartisipasi dalam pemilu karena sudah disetting sedemikian rupa oleh pihak penguasa. Maka, golput tentu memiliki makna sebagai penegasan sikap. Namun saat ini, ketika perubahan politik ke arah yang lebih baik terbuka dengan pemilu, tentu golput akan sia-sia. Pemilu, misalnya, memiliki fungsi politik yang sangat penting terkait dengan keajegan demokrasi, yakni sirkulasi elite, di samping fungsi-fungsi lainnya seperti legitimasi politik, perwakilan politik, dan pendidikan politik. Sirkulasi elite menjadi penting karena bisa membuat kekuasaan lebih terdistribusikan. Dan pemilulah yang memungkinkan terjadinya sirkulasi elite tersebut. Menjadi persoalan besar ketika sirkulasi elite tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, kekuasaan terkonsentrasi pada sekelompok orang yang pada gilirannya dapat menimbulkan oligarki politik. Itulah yang terjadi pada msa orba. Oleh karena itu, jika masyarakat berpartisipasi politik dengan memberikan suaranya pada pemilu, maka mereka telah memainkan peran dalam melancarkan sirkulasi elite tersebut. Sirkulasi elite akan semakin bermakna bagi demokrasi jika didukung oleh aktor-aktor politik yang memiliki komitmen tinggi terhadap nilai-nilai demokrasi. Dalam hal ini, peran masyarakt sangat penting untuk menyeleksi calon-calon legislator (caleg) yang memegang komitmen tersebut. Pada sisi lain, perhelatan demokrasi yang masif seperti pemilu tentu tidak akan terlepas dari munculnya persaingan dan konflik di tengah masyarakat yang diakibatkan oleh banyaknya parpol kontestan pada Pemilu 2014. Sebagaimana diketahi terdapat 12 parpol ditambah 3 parpol lokal yang akan bersaing. Namun dalam perspektif demokrasi, persaingan dan konflik tersebut dianggap sesuatu yang positif selama dilakukan dalam koridor-koridor demokrasi. Bahwa persaingan tersebut bisa saja berubah menjadi konflik justeru di situlah letak pentingnya pemilu. Salah seorang pakar politik Ramlan Surbakti, misalnya, menegaskan bahwa pemilu sebenarnya merupakan sebuah mekanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat agar integrasi masyarakat tetap terjamin. Dengan demikian, pemilu dapat digunakan untuk menjaga konflik sehingga tidak sampai terus berlanjut pada tingkat akar rumput. Pengetahuan Politik Partisipasi politik masyarakat dalam pemilu akan lebih sempurna jika dibarengi dengan bekal-bekal politik, antara lain pengetahuan politik (political knowledge) yang memadai. Dengan kata lain, masyarakat bukan hanya sekadar berpartisipasi dengan memberikan suara mereka pada saat pemilu, tetapi juga memiliki pengetahuan politik yang cukup, misalnya mengenal betul siapa caleg-caleg yang mereka akan pilih. Dalam konteks ini, masyarakat tidak perlu segan-segan untuk mencari tahu misalnya dengan menelurusi rekam jejak (track record) dari para caleg yang hendak mereka pilih. Hal ini menjadi penting karena dengan bekal pengetahuan politik yang memadai, maka masyarakat dapat memilih caleg-caleg yang layak untuk mengisi gedung parlemen. Memang sekarang ini ada kecenderungan bahwa banyak sekali caleg yang tidak dikenal masyarakat. Hal ini, selain karena kurang masifnya sosialisasi dari pihak penyelenggara pemilu, tetapi terutama karena kurang intensifnya kerja-kerja politik parpol selama ini. Pada umumnya parpol hanya aktif melakukan kerja-kerja politik menjelang pemilu, sehingga tidak cukup waktu untuk mensosialisasikan caleg-calegnya ke masyarakat. Oleh karena itu, inisiatif masyarakat untuk melakukan penelusuran terhadap rekam jejak para caleg jauh lebih baik. Inilah sebenarnya bentuk dari literasi politik masyarakat. Artinya, ketika masyarakat sudah melek (literate) politik, maka partisipasi politik mereka di dalam pemilu jauh lebih berkualitas. Partisipasi aktif yang didasarkan pada pengetahuan politik dari segenap masyarakat Indonesia inilah yang sesungguhnya dapat menjadikan pemilu sukses, dan pada gilirannya menjadikan demokrasi sukses. Maka, sukses pemilu adalah sukses demokrasi. *Penulis, Dosen Komunikasi Politik FISIP UIN Jakarta dan Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute.

Tidak ada komentar: