Jumat, 11 April 2014

Peluang Poros Islam (Republika, 12 April 2014)

Peluang Poros Islam Iding R. Hasan* Ada satu kenyataan yang menarik dari gelaran Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April 2014 yang baru saja selesai, yakni naiknya perolehan suara partai-partai politik (parpol) Islam. Hal ini menurut hasil sementara baik berdasarkan hitung cepat (quick count) maupun exit poll dari sejumlah lembaga survei. Menurut exit poll dari Indonesia Research Center, misalnya, diketahui bahwa di antara parpol-parpol Islam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memperoleh suara tertinggi, yakni 9,50 persen. Disusul kemudian oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebesar 7,11 persen; Partai Amanat Nasional (PAN) 7,07 persen; Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 6,81 persen dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1,61 persen. Perolehan suara parpol-parpol Islam tersebut ternyata berbeda dengan prediksi hasil jajak pendapat dari beberapa lembaga survei yang dilakukan sebelum pileg. Umumnya hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa parpol-parpol Islam akan jeblok pada Pileg 2014. Menrut Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada 2013, perolehan suara parpol Islam semuanya berada di bawah angka 5 persen PKB (4,5 persen), PPP (4 persen), PAN (4 persen dan PKS (3,7 persen). Terlepas dari apakah naiknya perolehan suara parpol-parpol Islam tersebut akibat mendapatkan limpahan suara dari Partai Demokrat yang pada pemilu kali ini mengalami kemerosotan tajam atau karena faktor-faktor lainnya, satu hal yang pasti bahwa kini parpol-parpol Islam seolah-olah mendapatkan energi baru dengan kenaikan perolehan suara tersebut. Poros Islam Jilid Dua Mungkinkah peningkatan suara parpol-parpol Islam di Pileg 2014 akan membuka kembali peluang munculnya poros Islam? Beberapa waktu lalu sempat mengemuka usulan tersebut yang dilemparkan oleh PKS, tetapi ternyata tidak mendapatkan respons tinggi dari parpol-parpol Islam lainnya. Namun dengan kenyataan yang ada sekarang bukan tidak mungkin parpol-parpol Islam tersebut bersedia membuka pintu kembali bagi gagasan poros Islam jilid dua. Peluang tersebut memiliki potensi cukup besar kalau dilihat misalnya dari segi kuantitas jumlah suara. Jika keseluruhan suara parpol Islam hasil pileg kemarin digabungkan, maka jumlahnya bisa mencapai kurang lebih 30 persen. Jelas angka tersebut bukan jumlah yang kecil dan sudah lebih dari cukup untuk memunculkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) sendiri. Barangkali satu-satunya kendali besar bagi munculnya poros Islam jilid dua adalah persoalan traumatis yang masih dirasakan oleh PKB. Sebagaimana diketahui bahwa poros Islam yang dipelopori Amien Rais, Ketua Umum MPR ketika itu, mendesak pemakzulan terhadap mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 2001 padahal poros Islam pulalah yang mendukung naiknya Gus Dur ke kursi Presiden RI pada 1999. Tetapi dalam politik segala sesuatu bisa terjadi. Seperti adagium yang sangat terkenal dalam politik, tidak ada kawan dan lawan yang abadi kecuali kepentingan itu sendiri. Maka, PKB bisa saja mengubah sikapnya terhadap gagasan poros Islam jika dilakukan negosiasi di antara elite-elite parpol Islam. Kepentingan Bersama Satu kecenderungan yang menurut hemat penulis memungkinkan terjadinya poros Islam untuk saat ini adalah perolehan suara PKB yang tertinggi di antara parpol-parpol Islam lainnya. Hal ini jelas membuat posisi tawar rumah politik warga Nahdliyyin tersebut lebih tinggi. Dengan kata lain, partai ini bisa menjadi pemimpin poros Islam jilid kedua nanti. Dalam konteks ini, PKB tentu memiliki hak mendapatkan jatah untuk mengusung capres sedangkan cawapresnya bisa diambil dari kalangan internal parpol-parpol Islam lainnya atau mungkin saja dari kalangan eksternal yang dapat menyumbang elektoral tinggi sehingga menjadi duet yang menjanjikan di Pilpres 2014. Mungkin saja PKB mengajukan Rhoma Irama sebagai capres dari poros Islam karena selama ini partai pimpinan Muhaimin Iskandar tersebut telah menggadang-gadang sang raja dangdut sebagai capresnya. Boleh jadi perolehan suara tinggi PKB bukan saja karena mendapatkan limpahan suara Demokrat, melainkan karena faktor Rhoma Irama yang sangat popular di kalangan umat Islam. Meskipun belum ada penelitian resmi mengenai hal ini, tetapi faktor figur dalam politik Indonesia memang sangat berpengaruh. Bukan tidak mungkin pada situasi seperti ini akan ada resistensi dari parpol-parpol Islam yang umumnya telah memiliki capresnya sendiri. Yang paling kuat resistensinya kemungkinan besar datanng dari PAN karena jauh-jauh hari sudah mendeklarasikan Hatta Rajasa sebagai capres. Adapun PPP, PKS dan PBB relatif lebih mudah atau tingkat resistensinya tidak akan terlalu tinggi. Pada akhirnya, para elite parpol Islam semestinya jangan terlalu mengedepankan ego kepartainnya, melainkan harus mendahulukan kepentingan bersama, yakni kepentingan politik Islam. Kalau memang perolehan suara PAN misalnya kalah signifikan, sudah semestinya para elite PAN tidak terlalu ngotot untuk membidik kursi nomor satu. Bagaimana pun poros Islam jilid pertama telah pernah berjaya pada Pemilu 1999. Salah satu faktor utamanya adalah adanya sikap untuk mendahulukan kepentingan bersama di antara para elite parpol Islam ketika itu. Bukan tidak mungkina dengan sikap yang sama poros Islam jilid kedua juga akan mengalami nasib yang sama pula. *Penulis Dosen Komunikasi Politik FISIP UIN Jakarta, Deputi Direktur The Political Literacy Institute.

Tidak ada komentar: