Senin, 30 April 2012

Polemik Pencapresan Ical (Harian Jurnas 30 April 2012

RAPAT Pimpinan Nasional (Rapimna) Partai Golkar sejatinya akan diselenggarakan Otober 2012. Namun Partai Beringin ini memutuskan mempercepatnya Juli datang. Percepatan rapimnas tersebut disinyalir berbagai kalangan sebagai salah satu upaya untuk memuluskan langkah Aburizal Bakrie (Ical) sebagai calon presiden (capres) tunggal dari Golkar. Sebagaimana diketahui, nama Ical terus didengungkan oleh Golkar sebagai capres pada Pemilu 2014. Yang menarik dicermati, keputusan DPP Golkar itu ternyata tidak sepenuhnya didukung elite-elite partai. Bahkan ada yang terang-terangan mempertanyakan rencana percepatan rapimnas yang dianggap menyalahi tradisi partai tersebut. Ketua Dewan Pertimbangan Partai Akbar Tanjung (AT) dan salah seorang ketua DPP Hajriyanto Y Thohari adalah di antara elite partai yang mempertanyakan rencana tersebut. Menurut keduanya, Golkar seharusnya menjaring terlebih dahulu tokoh-tokoh partai, selain Ical, yang dianggap layak menjadi capres. Akibatnya, ketegangan internal di Partai Beringin ini kian memuncak. Apalagi masing-masing pihak bicara pada media massa sehingga masalah ini semakin meluas. Dalam konteks ini tampaknya pihak DPP Golkar berinisiatif mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh senior partai seperti: AT dan Jusuf Kalla (JK). Persoalannya, apakah pertemuan tersebut cukup efektif untuk meredam polemik dan menghasilkan win-win solution antarkedua pihak? Rasionalitas Percepatan Ada beberapa hal yang barangkali dapat dipahami dari gagasan percepatan rapimnas tersebut. Pertama, agar waktu persiapan untuk menjadikan Ical sebagai capres Golkar cukup panjang. Waktu yang tersisa untuk sampai pada Pemilu 2014 kurang lebih dua tahun. Karenanya, Golkar harus segera menetapkan capresnya sehingga kesempatan untuk konsolidasi, sosialisasi dan sebagainya cukup panjang. Partai pemenang kedua pada pemilu lalu ini agaknya tidak mau mengulangi kasus penetapan JK sebagai capres Golkar pada 2009 yang hanya memberikan waktu persiapan tiga bulan. Kedua, penetapan Ical sebagai capres Golkar segera, selain memberikan waktu persiapan yang panjang, juga akan memudahkan Golkar menyosialisasikannya ke seluruh kader dan simpatisan partai. Di sisi lain, partai ini juga akan lebih fokus terhadap upaya pemenangan Ical sebagai capres dan tidak terganggu oleh isu-isu lain seperti adanya tokoh Golkar lain yang pantas atau bahkan lebih pantas daripada Ical. Tentu, jika ini terjadi, soliditas Golkar akan kuat untuk memenangkan Ical sebagai presiden. Ketiga, penetapan capres oleh sebuah partai politik (parpol) sejak jauh-jauh hari, dalam konteks fatsoen politik dan demokrasi, sebenarnya tidak perlu dianggap salah. Sebaliknya, langkah tersebut dapat dipandang sebagai bentuk kesiapan seseorang untuk siap berkontestasi dan memperjuangkan nilai-nilai dan tujuan politiknya. Di negara-negara demokrasi seperti Amerika Serikat, para calon kandidat presiden yang akan berkontestasi pada pemilihan presiden sudah ditetapkan sejak jauh-jauh hari. Problem Soliditas Namun demikian, persoalan besar yang menggelayuti Golkar jika percepatan rapimnas tetap dilakukan adalah justru masalah soliditas partai. Adanya riak-riak ketidaksetujuan sejumlah elite Golkar atas gagasan percepatan rapimnas tidak bisa diabaikan begitu saja. Ini karena elite yang masuk ke dalam barisan ini, terutama AT, bukanlah tokoh sembarangan, melainkan orang yang cukup berpengaruh dan mempunyai kader-kader loyalis, terutama di daerah-daerah. Salah satu faktor kegagalan JK saat menjadi capres Golkar adalah adanya kader-kader partai yang tidak mau tunduk terhadap keputusan DPP Golkar untuk menjadikan JK sebagai capres. Aspek lain yang tidak menguntungkan Golkar terkait citra politik, baik bagi Ical sendiri maupun bagi Golkar sebagai institusi. Di satu sisi, Ical akan dianggap sebagai seorang yang ambisius yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya. Dengan mempercepat rapimnas, tanpa melibatkan tokoh-tokoh senior partai, Ical tentu dipandang telah menutup rapat-rapat pintu bagi kader-kader Golkar yang layak menjadi orang nomor satu di negeri ini. Demokrasi telah “dimatikan‘ oleh Ical di partainya sendiri. Apalagi citra Ical di mata publik Indonesia selama ini tidak sebagus citra para capres lain yang menjadi rival-rivalnya. Publik tentu tidak akan melupakan begitu saja bagaimana kasus lumpur Lapindo telah mengharu-biru masyarakat Indonesia dan sampai kini penyelesaiannya belum tuntas. Meski Ical berusaha melepaskan diri dari jeratan kasus tersebut, tetap saja publik mengaitkan dengan dirinya. Demikian pula kasus pengemplangan pajak yang diduga terkait dengan sejumlah perusahaan miliknya. Ical Melunak? Langkah antisipatif memang telah diambil Golkar, yakni dialog antara DPP dan tokoh-tokoh senior partai. Sebagai mekanisme penyelesaian organisasional, inisiatif tersebut tentu merupakan hal yang positif karena sedikit banyak akan mampu meredam kian memanasnya polemik tersebut. Di sisi lain, langkah ini juga akan memperlihatkan pada publik betapa mekanisme dialog merupakan pilihan paling baik bagi sebuah parpol manakala terjadi ketegangan internal. Namun, ada pertanyaan besar: bersediakah Ical melunak, misalnya mengakomodasi usulan AT agar percepatan rapimnas tersebut hanya difokuskan untuk membahas mekanisme pencapresan Golkar? Ataukah pertemuan itu hanya sekadar upaya penampilan dirinya, meminjam konsep dramaturgi Irving Goffman, sebagai orang yang akomodatif, respek pada senior dan sebagainya sehingga mendapatkan kesan yang baik dari publik? Dari sisi ini, penulis yakin, Ical tidak akan melunak terhadap permintaan Akbar. Bagaimana pun Ical telah berusaha keras mempersiapkan diri sebagai capres seperti: melakukan konsolidasi internal, melakukan safari politik ke berbagai daerah, dan sebagainya. Apalagi Ical juga ditengarai memiliki motif ekonomi dalam pencapresannya itu terkait aset-aset ekonominya. Karena itu, Ical agaknya tidak akan mau begitu saja melepaskan kesempatan yang sudah ada di depan matanya. Ia justru akan lebih “menekan‘ tokoh-tokoh senior di dalam pertemuan tersebut dengan mengajukan konsesi yang menguntungkan dirinya. Dengan kata lain, pertemuan ini hanya akan dijadikan Ical sebagai upaya pengelolaan kesan belaka, dan pada saat yang sama, ia menginstruksikan para pengurus partai untuk tetap menetapkan dirinya sebagai capres tunggal.

Tidak ada komentar: