Senin, 08 Desember 2014

Manuver Politik Golkar (Pikiran Rakyat, 8 Desember 2014

Ada satu poin menarik yang dihasilkan Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golkar di Bali yang baru saja selesai. Seperti dikatakan ketua umumnya Aburizal Bakrie (Ical) yang terpilih secara aklamasi untuk periode kedua, partai beringin menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada Langsung yang ditelah ditandatangani dan diterbitkan oleh (mantan) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bukan hanya itu, Golkar juga bertekad untuk memperjuangkan penolakannya terhadap perppu tersebut dengan mengajak fraksi-fraksi lain, khususnya yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Melihat dari sepak terjang para politisi partai kuning selama ini, apa yang mereka suarakan tersebut apalagi disampaikan dalam forum besar seperti munas, jelas bukan main-main. Dengan kata lain, mereka dipastikan bakal benar-benar serius melakukan upaya penolakan tersebut. Peran Kunci Demokrat Terlepas dari persoalan internal yang membelit Golkar –kemungkinan munas tandingan oleh kubu Presidium Penyelamat Partai pada Januari 2015--, partai ini tampaknya sangat percaya diri atas perilaku politiknya. Mereka yakin benar bahwa Golkar merupakan lokomotif utama atau tulang punggung dalam Koalisi KMP sehingga fraksi-fraksi anggota lainnya diyakini akan mengikutinya. Fakta kesolidan koalisi ini yang dimotori beringin memang cukup kuat selama ini. Namun, manuver Golkar tersebut agaknya membuat salah satu partai mitranya, yakni Demokrat kebakaran jenggot. Seperti diketahui, pendukung utama perppu tersebut adalah partai pimpinan SBY. Selama ini meskipun tidak menyatakan tegas apakah berada di kubu KMP atau Koalisi Indonesia Hebat (KIH), tetapi Demokrat lebih dekat dengan KMP. Oleh karena itu, Demokrat merasa tersinggung dengan manuver Golkar dan menganggapnya sebagai pengkhianatan. Kalau demikian kenyataannya, mungkinkah manuver Golkar bisa berjalan mulus tanpa dukungan Demokrat. Sebab, jika hanya mengandalkan anggota KMP, yakni Golkar dengan 91 kursi, Gerindra 73 kursi, PKS 40 kursi dan PAN 49 kursi, suara mereka tidak akan cukup kuat untuk mengalahkan KIH karena hanya berjumlah 253 kursi. Lalu apakah yang akan dijadikan modal partai beringin untuk memuluskan langkahnya tersebut. Menurut hemat penulis, ada sejumlah hal yang dapat dimanfaatkan Golkar untuk menyokong manuvernya itu. Pertama, kepiawaian dan kelincahan politisi-politisi partai beringin di parlemen. Fakta yang sulit dibantah adalah bahwa mereka merupakan para politisi paling berpengalaman dalam kancah politik Indonesia sehingga mengetahui betul cita rasa para politisi di negeri ini. Kemenangan KMP terutama dalam pemilihan pimpinan MPR yang melibatkan DPD menjadi bukti kuat padahal di atas kertas suara mereka kalah dari KIH. Hal ini ditunjang oleh keadaan para politisi motor penggerak KIH, yakni PDIP yang sebaliknya kurang terampil bahkan cenderung kaku dan “tinggi hati” dalam melakukan manuver politik sehingga mudah dipermainkan. Besar kemungaikinan situasi semacam ini akan dimanfaatkan kembali oleh Golkar demi meraih tujuannya tersebut. Kedua, anggota-anggota DPR sendiri baik yang ada di KMP maupun KIH, sebenarnya secara personal diam-diam banyak yang lebih suka pilkada tidak langsung karena lebih praktis, tidak melelahkan dan sebagainya. Realitas ini tentu akan dimanfaatkan betul oleh Golkar yang memang sangat piawai dalam melakukan persuasi politik kepada para anggota legislatif tersebut seperti keberhasilannya dalam membujuk anggota DPD dalam memilih pimpinan MPR. Dalam situasi seperti ini, Demokrat sesungguhnya diharapkan dapat memainkan perannya. Dengan jumlah 61 kursi di DPR jelas suara mereka sangat menentukan koalisi mana yang akan menang. Kekalahan KIH dalam Paripurna DPR tentang pengesahan RUU Pilkada yang mengubah pilkada dari langsung ke tidak langsung adalah akibat aksi walk out Demokrat. Ada dua pertimbangan yang harusnya dipegang Demokrat. Pertama, penolakan Perppu Pilkada tentu akan mempermalukan SBY karena itu Demokrat tidak boleh terbujuk irama permainan Golkar. Kedua, penolakan pilkada langsung sebenarnya adalah cerminan keinginan dan ambisi para elite politik bukan aspirasi rakyat. Karena itu, memilih untuk tetap mendukung pilkada langsung merupakan langkah bijak dari Demokrat. Dengan demikian, sekalipun Demokrat tetap dalam posisinya, yakni tidak di dalam KMP atau KIH, namun memilih hal yang sesuai dengan aspirasi rakyat menjadi sebuah keharusan bagi partai biru ini. Inilah peran kunci yang mesti dimainkan oleh Demokrat. Asalkan Demokrat tidak mudah tergoda, manuver Golkar dan fraksi-fraksi lainnya di KMP untuk menjegal Perppu Pilkada sulit diwujudkan. *Penulis, Doktor Komunikasi Unpad, Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute