Kamis, 27 Februari 2014

Risma dan Kegalauan PDIP, Pikiran Rakyat, Rabu 26 Februari 2014

Nama Walikota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma), kini kian melejit ke dalam blantika bursa calon pemimpin Indonesia di masa depan. Berbagai torehan prestasinya selama menjabat tampaknya membuat publik Indonesia, terutama warga kota pahlawan begitu mencintainya. Hal itu, misalnya, terlihat dari dukungan yang diberikan mereka khususnya pada saat Risma sedang menghadapi masalah seperti yang dialaminya sekarang. Sebagaimana diketahui bahwa Risma belakangan berniat mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini bermula dari polemik pasca pemilihan Wisnu Sakti Buana sebagai wakil walikota menggantikan Bambang DH yang mengundurkan diri karena mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Jatim. Pengangkatan Wisnu tersebut dianggap Risma sebagai tidak sesuai prosedur. Bukan tidak mungkin keadaan tersebut menimbulkan ketegangan interaksional antara Risma dan Wisnu yang sama-sama kader PDIP. Sebagaimana diketahui bahwa Risma kerap berbeda pendapat dalam sejumlah seperti penolakan pembangunan jalan tol di tengah kota Surabaya dan sebagainya. Wisnu yang juga anggota DPRD tampaknya tidak berusaha mendukung langkah Risma tersebut. Hal ini terasa aneh mengingat Risma adalah tokoh yang diusung PDIP. Dalam situasi runyam seperti ini, tidak aneh kalau kemudian Risma berniat mengundurkan diri dari jabatannya. Risma diberitakan telah melayangkan surat ke Mendagri untuk mengklarifikasi persoalan yang membelitnya dirinya tersebut. Risma mengancam jika Mendagri tidak merespons permohononannya itu, ia akan benar-benar mengundurkan diri. Jika Risma mundur jelas PDIP yang akan rugi. Partai moncong putih ini akan dipandang publik sebagai partai yang bukan hanya membiarkan, tetapi juga ikut menjadikan kader terbaiknya tertekan sedemikian rupa. Hal ini menjadi kontra produktif bagi PDIP yang sebenarnya tengah merintis jalan menuju kekuasaan. Manajemen Isu Satu hal yang menarik dari respons PDIP terhadap kasus Risma di atas adalah bagaimana partai ini seperti orang yang tertusuk senjata sendiri. Apa yang menimpa sang walikota memang tidak dapat dilepaskan sikap PDIP sendiri yang agaknya tidak tegas memberikan dukungan pada kadernya yang sedang memimpin dengan prestasi-prestasi yang mengkilat itu. Alih-alih PDIP terkesan lebih memberikan dukungan pada kadernya yang lain, yang kini menjadi wakil walikota. Namun ketika kemudian Risma yang tadinya seolah diabaikan PDIP kini mendapatkan simpati publik yang luar biasa, bukan hanya dari warga Surabaya, melainkan dari seluruh rakyat Indonesia, partai ini mulai kebingungan. Dengan kata lain, PDIP seperti dilanda kegalauan saat menghadapi kenyataan bahwa Risma telah menjelma menjadi fenomena nasional. Satu hal yang sangat mengkhawatirkan bagi PDIP adalah bahwa popularitas Risma yang kian melejit tersebut mempunyai potensi besar untuk menjadi pesaing Jokowi. Meskipun sampai sekarang Jokowi belum resmi dijadikan calon presiden (capres), tetapi dengan perolehan suaranya yang selalu tertinggi dalam berbagai survei, PDIP agaknya sulit berkelit dari kenyataan tersebut. Tetapi kini ada rising star baru. Pada saat yang sama survei Jokowi mengalami sedikit penurunan pasca kasus banjir yang melanda Jakarta, meskipun tetap berada di urutan atas. Tentu saja jika Risma terus berkibar di pentas nasional akan membuat dilema bagi PDIP karena kedua-duanya adalah kader partai. Potensi perpecahan suara pendukung Jokowi dan Risma sangat mungkin terjadi. Apalagi kalau kemudian Risma benar-benar mengundurkan diri dari jabatannya karena kekecewaannya terhadap proses-proses politik terhadap dirinya dan kemudian diambil oleh capres-capres di luar PDIP sebagai pendampingnya. Jelas hal tersenut akan sangat merugikan PDIP, terutama jika yang meminangnya adalah Prabowo Subianto yang selama ini merupakan pesaing terberat Jokowi dalam berbagai survei Dalam konteks inilah tampaknya PDIP berusaha untuk memanaje isu seputar Jokowi. Diungkapnya masalah penyadapan terhadap Jokowi oleh elite PDIP, terlepas dari benar atau tidaknya isu tersebut, dapat dipahami sebagai upaya mengangkat kembali pamor Jokowi. PDIP berusaha menempatkan Jokowi sebagai pusat isu yang tengah dipojokkan oleh berbagai kalangan sehingga simpati publik menguat kembali. Pada saat yang sama PDIP juga berusaha untuk membujuk Risma agar tidak mengundurkan diri dari jabatannya. Meskipun apa yang dilakukan PDIP tersebut cukup telat dalam merespons kasus seputar Risma, tetapi setidaknya hal ini menjadi pembelajaran yang baik agar partai nasionalis tersebut lebih jeli dalam melihat figur-figur di dalam rahimnya sendiri. Jangan sampai kader terbaik justeru terabaikan oleh kepentingan segelintir orang di internal partainya.